Pagi yang mendung, hujan rintik-rintik menyelimuti daun-daun pohon mangga yang berdiri kokoh pas depan ruangan bagian epidemiologi FKM Unhas. Suasana kampus pagi ini masih sepi. Hanya para cleaning service yang lalu lalang melaksanakan tugasnya dengan penuh semangat. Sebuah rutinitas sebagai staf administrasi di bagian epidemiologi baru saja kugelutinya pasaca aku mendapat gelar sarjana. Boleh dikata ini adalah my first job. Tidak terhormat memang tapi ini untuk melatih kesabaran dalam memulai karier untuk kedepannya. Pukul 08.00 teng aku harus berada di ruangan kerja. Mungkin itulah aturan yang saya harus patuhi. Seperti biasa pintu dibuka, nyalahkan AC dan Komputer, ngetik surat-surat yang belum kelar, dan banyak yang harus disiapkan lagi sebelum ketua jurusan datang maupun dosen-dosen lain datang. Sambil ngetik surat yang numpuk yang belum sempat aku selesaikan kemarin, tiba-tiba iphone di tas bunyi beberapa kali karena tidak sempat angkat, setelah kelar semuanya. Saya lihat panggilan tak terjawab ternyata dari sepupu yang tinggal di Pasangkayu, Mamuju Utara, Sulawesi Barat. Aku telpon balik dan mulai pembicaraan sambil menikmati rintik-rintik hujan diteras pas di dekat pohon mangga yang kini berbuah dengan lebatnya.
Hanya ada satu inti pembicaraan, yaitu Pasangkayu. Notabene sebagai sarjana baru, lowongan kerja sudah pasti jadi rebutan. Bukan berarti menyerah hidup di Makassar dimana saingan selangit jumlahnya. Tetapi peluang disana lebih besar dibandingkan dengan di kota metropoltan seperti di Makassar ini. Apalagi keluarga disana sangat yakin kalau sarjana disana langsung diterima. Dimana katanya sih akrab dengan Pak Bupati dan Ibu Bupati, Bupati baru gitu deh. Sebagai orang baru yang tergiur oleh janji sehingga keinginan ke sana sangat matang. Apalagi kondisi penerimaan di Sul-Sel masih terikat dengan KKN. Namun KKN bukan jamannya Soeharto, Tetapi jaman materialism dimana tanda-tanda kelulusan dilihat dari 3D yaitu Dui, Dekkeng , dan Dalle (Dibaca: Uang, kenalan, dan Rejeki). Masa pendaftaran CPNS pun tidak lama lagi dimulai, akhirnya aku putuskan akan berangkat kesana.
Satu minggu sebelum berangkat, tentunya tugas-tugas yang setiap saat menumpuk ini harus aku tuntaskan. Surat-surat yang belum kelar, dokumen-dokmen lain, serta semua bebanku akan saya tuntaskan dalam sepekan ini. Setelah semua selesai, aku mencoba minta izin untuk pulang kampong untuk mendaftar CPNS. Dan akhirnya aku pulang kampung dengan bermodalkan sebuah ijazah yang nota bede sebagai bekal masa depan bede’. Tak hanya itu, tetapi semangat besar dan impian yang tinggi untuk memasuki dunia kerja juga kukemas dan kubawa kemana aku pergi. Aku melangkah dengan meninggalkan sebuah kalimat, ”Selamat tinggal Makassarku, semoga kita bisa kembali lagi”. Gumanku dalam hati sambil meilhat-lihat keramain disana sini yang membuat kepala ini jadi pusing. Berat rasanya meninggalkan Makassar, karena selam kurang lebih 4 tahun aku masih belum mengenal Makassar dari A sampai Z. Aku masih bisa saja setiap saat kesasar dan hilang. Tapi apa daya, Pasangkayu ternyata membutuhkanku.
Ada sebuah item besar ketika sampai di pasangkayu, Putri Kembar. Yah…., seperti itulah ejaannya. Putri Kembar merupakan sebuah kelompok usaha keluarga sanak saudara. Boleh dikata usahanya maju menurut tolak ukur ekonomi pasangkayu. Unit usaha yang dikembangkan adalah unit usaha kecil mulai dari kios putrid kembar, putri kembar cell, bengkel putri kembar, dan kos putrid kembar. Kios putrid kembar adalah rumah baruku, dimana aku mendapatkan suasana baru, teman baru dan keluarga baru
0 komentar:
Post a Comment