Kegiatan kali ini merupakan kegiatan ekstra yang saya ikuti ditengah kesibukan rutinitas keseharian ditempat biasa. Pelatihan Seksualitas, Gender, Kesehatan serta
Hak Reproduksi dan seksusalitas ini merupakan pelatihan yang diadakan oleh berbagai yayasan seperti Yayasan Mitra Inti, Yayasan Kesehatan Perempuan Indonesia, Yayasan Gaya Nusantara, dan banyak lagi yang tergabung dalam Forum Seksual Indonesia (FSI). Kegiatan yang dihadiri oleh berbagai komunitas di seluruh Nusantara ini dilaksanakan di Surabaya Pada tanggal 7-14 Januari 2012 bertujuan untuk meningkatkan pemahaman kita terkait dengan keberagaman Gender. Tentunya tidak terlepas dari peningkatan mutu bagi saya untuk membentuk ARI Makassar
Awalnya saya memahaminya bahwa gender itu
hanyalah suatu hal yang membedakan manusia laki-laki dan perempuan dari sisi
pekerjaannya dan seksualitas itu hanya mengarah pada hubungan seksual saja.
Ternyata setelah saya mengikuti pelatihan Seksualitas, Gender, Kesehatan serta
Hak Reproduksi dan seksusalitas ini memberikan saya wawasan baru dan sebagian
pertanyaan-pertanyaan keingintahuan saya terjawab.
Aku tidak bisa menyangkal bahwa aku sebenarnya
masih awam akan hal ini, apalagi dari lingkungan sosial tempat tinggalku
sendiri masih kental dengan esensialisme bahwa manusia itu adanya laki-laki dan
perempuan, dimana laki-laki hanya menyukai perempuan dan sebaliknya. namun yang
menjadi pertanyaanya adalah bagaimana laki-laki yang menyukai laki-laki (gay)? dan bagaimana juga
perempuan yang menyukai perempuan (lesbi)?
Serta bagaimana pula laki-laki yang menyukai laki-laki maupun perempuan (biseksual). Jawaban yang
muncul dari masyarakat tentunya menganggap bahwa ini adalah suatu kelainan,
penyimpangan, atau penyakit sosial yang menjadi stigma dan diskriminasi
tersendiri oleh orang yang mengalami hal tersebut. Sedangkan untuk transgender,
khususnya waria di daerahku (Suku Bugis) memang masih mendapat tempat di
masyarakat meskipun stigma dan diskriminasi tetap juga masih ada. Misalnya Calabai (Waria suku bugis)
dan Calalai (Tomboi), mereka
diterima di masyarakat tetapi mereka hanya diidentikkan dengan orang yang tidak
memiliki kehidupan yang jelas, tidak memiliki pekerkjaan, laki-laki yang malas,
sehingga memilihi hidup sebagai Calabai untuk yang kerjanya hanya sebagai
perias bila ada acara keramaian seperti pengantin, upacara adat dan lain-lain.
Ini merupakan suatu tantangan bagaimana kita bisa mengubah stigma dan
diskriminasi ini yang masih berkembang di masyarakat dan bagaiman masyarakat
mau menerima bahwa keberagaman gender itu ada, LGBTIQ (lesbian, Gay, Biseksual, Transgender,
Interseks, Queer) itu ada
Gender itu sendiri merupakan konstruksi sosial yang merujuk pada
pebedaan-perbedaan antara laki-laki dan perempuan serta berubah-ubah
seiring berlalunya waktu dan sangat bervariasi. Dari kalimat tersebut
menandakan bahwa dalam setiap orang ternyata memungkinkan punya potensi
heteroseksual dan homoseksual seiring berjalannya waktu. Yang membedakan
seseorang akan menjadi homo atau hetero adalah seberapa besar
kecenderungan seseorang pada setiap perilaku tersebut. Bila
kecenderungan homoseksualnya yang lebih dominan, dia akan jadi LGBTIQ.
Namun perilaku LGBTIQ akan tertutupi bila potensi heteroseksualnya lebih
tinggi
Keberagaman gender ini juga didukung oleh teori Alfred Kinsey (1948)
yang tidak hanya membagi 3 orientasi seksual (Heteroseksual,
Homoseksual, dan Biseksual) tetapi justru membaginya menjadi 7 orientasi
seksual yang biasanya disebut dengan skala Kinsey yang diberi angka 0-6
yaitu: (0) homoseksual ekslusif, (1) heteroseksual predominan,
(homoseksual kadang-kadang) (2) heteroseksual predominan (homoseksual
lebih kadang-kadang) (3) biseksual (4) homoseksual predominan
(heteroseksual lebih kadang-kadang) (5) homoseksual predominan
(heteroseksual kadang-kadang) (6) homoseksual ekslusif
Fasilitator dalam pelatihan ini juga mengadakan simulasi penentuan gender berdasarkan skala Kinsey ini terhadap peserta pelatihan dan hasilnya adalah sangat luar biasa beragam dan memaksa saya untuk mengucapkan suatu kalimat bahwa ”keberagaman gender itu unik dan indah”. Unik dan indah dimana kami dari peserta yang identitas gendernya sudah jelas beragam dan bervariasi, namun hasil dari simulasi skala Kinsey ini masih juga ditemukan variasi-variasi baru
Fasilitator dalam pelatihan ini juga mengadakan simulasi penentuan gender berdasarkan skala Kinsey ini terhadap peserta pelatihan dan hasilnya adalah sangat luar biasa beragam dan memaksa saya untuk mengucapkan suatu kalimat bahwa ”keberagaman gender itu unik dan indah”. Unik dan indah dimana kami dari peserta yang identitas gendernya sudah jelas beragam dan bervariasi, namun hasil dari simulasi skala Kinsey ini masih juga ditemukan variasi-variasi baru
0 komentar:
Post a Comment